Kamis, 13 Juli 2023

Banyak Jalan Menuju Rawa Pening

 

Banyak Jalan Menuju Rawa Pening


Rawa Pening. Sebuah rawa yang terletak di Kabupaten Semarang dengan luas kurang lebih 2.160 hektar.

Pernahkah Anda berpikir,  mengapa namanya Rawa Pening bukan Rawa Mumet atau Rawa Pusing? Ternyata pening merupakan varian kata wening dalam bahasa Jawa yang berarti bening atau jernih.

Keberadaan Rawa Pening identik dengan sebuah cerita rakyat Baru Klinting. Legenda yang seratus persen fiktif, tapi mengandung pesan tersirat.

Begini kisahnya...

Baru Klinting berasal dari kata bra yang berarti brahmana dan klinting yang berarti lonceng. Jadi si Baru Klinting ini sebenarnya seorang brahmana berwujud naga dengan sebuah lonceng. Kok bisa?

Ya bisa lah. Namanya juga cerita rakyat, bukan beneran.

Ada beberapa versi tentang siapa ortu Baru Klinting sebenarnya. Saya ambil salah satu versi saja.

Ki Hajar dan Nyi Selakanta adalah sepasang suami istri yang tinggal di desa antara gunung Merbabu dan Telomoyo. Mereka warga baik yang suka menolong sesama. Si istri rajin rewang dan berangkat PKK, suami rajin ronda. Tak jarang mereka ngasih hutang ke tetangga, dibayar seingatnya. Kira-kira begitu kalau di zaman sekarang.

Mereka ingin punya anak, dan Ki Hajar memutuskan untuk bertapa demi cita-cita tersebut. Sekali lagi bila di luar nurul harap maklum, ini cerita rakyat.

Nyi Selakanta beneran hamil, tapi saat melahirkan yang keluar adalah seekor naga.

Panik nggak, tuh?
Panik nggak, tuh?
Ya panik, lah. Masak nggak?

Meski panik, Nyi Selakanta tetap merawat naga tersebut bahkan diberi nama Baru Klinting. Saat si anak beranjak remaja, Nyi menyuruh anaknya pergi untuk mencari si ayah.

Singkat cerita, anak dan ayah pun bertemu. Si ayah menyuruh Baru Klinting bertapa di area sebelah agar bisa berubah wujud menjadi manusia. Baru Klinting ini mesti naga tapi dia anak saleh, patuh terhadap kata ortu.

Area tempat bertapa dekat dengan desa Pathok. Penduduk desa ini tiap tahun berburu untuk acara merti desa. Saat warga Pathok berburu, mereka menemukan naga besar dan kemudian disembelih lalu disantap beramai-ramai. Ih, ngeri deh.

Di tengah keramaian pesta daging naga, datanglah seorang anak kecil dekil kumal bau tak terurus. Anak ini sebenarnya penjelmaan naga Baru Klinting. Ia datang meminta makan, izin nimbrung. Namun warga Pathok justru mengusirnya.

Beruntung ada seorang nenek yang iba pada Baru Klinting. Ia menawarkan makanan bahkan sabun untuk rawat diri. Sebagai balasan terima kasih, Baru Klinting berpesan bahwa sebentar lagi akan ada suara gemuruh dan si nenek disuruh bersiap dengan lesung.

Tahu lesung, kan? Alat penumbuk padi yang terbuat dari kayu.

Baru Klinting kembali ke tempat warga Pathok berpesta. Ia menancapkan sebatang lidi ke tanah lalu membuat sebuah tantangan. Challenge kalau istilah kekinian.

Ayo, siapa bisa mencabut lidi ini?

Satu demi satu warga mencoba mencabut lidi tersebut. Mulai emak-emak, anak-anak, bocil tanggung, hingga pemuda kekar. Tak satu pun yang berhasil.

Warga pun mulai resah. Ini gimana, sih, konsepnya?

Lalu dengan santainya Baru Klinting mencabut lidi itu. Dari bekas cabutan, memancarlah air tiada henti sampai desa Pathok tenggelam beserta seluruh warga. Hanya satu yang selamat, yakni si nenek yang ngasih Baru Klinting makanan dan sabun.
 
Genangan air itulah menjadi rawa pening. Baru Klinting pun tinggal di situ.

Meskipun legenda Rawa Pening seperti itu, tapi jangan berharap jika berkunjung ke rawa ini akan  bertemu seekor naga. Sama sekali tidak. Rawa Pening sangat cantik, penuh ikan yang didamba para pemancing, juga banyak enceng gondok.

Ada banyak cara legal menuju Rawa Pening.  Bisa via Bukit Cinta, Jembatan Biru, atau Rawa Apung.

Bukit Cinta terletak di kecamatan Banyubiru. Tiket masuk 15k, buka antara jam 07.00-17.00. Coba jam buka lebih pagi pasti sip, karena komunitas pemburu sunrise pasti akan menyambut gembira.

Di Bukit Cinta, banyak spot asyik untuk foto. Sewa kapal untuk keliling rawa juga ada, harga dimulai 75k per kapal. Isi kapal bisa 8 orang dewasa. Ada pula aula lesehan yang bisa disewa untuk gathering. Murah meriah pokoknya.

Makanan khas yang dijual di area Bukit Cinta adalah sate keong. Murah, enak dan bergizi. Beberapa kios juga menjual sovenir khas yang terbuat dari enceng gondok. Ada tas, sandal, hiasan rumah.

Lain lagi ceritanya bila ke Rawa Pening via jembatan Biru yang terletak di kecamatan Bawen. Bisa datang kapan saja karena gratis. Spot foto tidak banyak variasi seperti Bukit Cinta. Tapi view rawa itu sendiri sudah sangat cantik. Jika pagi cerah maka gunung Merbabu terlihat jelas. Bila sore, sunset sangat menawan. Harga kapal untuk keliling danau sama di tiga tempat.

Kalau ke rawa membaca pasukan bocil, via resto Rawa Apung Ambarawa adalah pilihan menyenangkan untuk mereka. Pasalnya,  banyak wahana di area resto seperti becak mini, mobil-mobilan, dsb.

Pilihan menu di Rawa Apung juga lebih bervariasi. Sewa tempat untuk acara gathering atau perpisahan juga tersedia. Penjual sovenir dari enceng gondok juga ada.

Nah, bagaimana pembaca budiman, menurutmu Rawa Pening via mana yang paling berkesan?

Pastinya jawaban pembaca berbeda, karena kesan mendalam terkadang bukan via mana, tapi lebih bersama siapa.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar