Senin, 21 Agustus 2023

Salah Kaprah Antibiotik


Salah Kaprah Antibiotik
By tundjung

Pada suatu hari ... saya lupa harinya, yang jelas bukan pada hari minggu ku ikut ayah ke kota.

Ada ibu pasien mendatangi saya.

"Anak saya resisten banyak antibiotik, Dok."

Beliau lalu menyerahkan sebuah kertas hasil kultur. Tertulis dari sampel darah tumbuh kuman acinetobacter baumannii. Kuman yang mengingatkan saya pada senior baik hati kak Nevita Bachtiar .

"Kenapa baumanni ya, Njung? Kenapa bukan baukettek?"

(Halah. Skip skip)

Tertulis pulak resisten hampir semua jenis antibiotik. Yang masih sensitif antibiotik 'kelas atas' macam meropenem, vancomicin.

Hanya saja, itu hasil saat pasien berusia 7 bulan. Sekarang usianya 2 th, masuk RS karena diare.

"Waktu itu adik dirawat karena apa, Bu?"

"Operasi penutupan kolostomi, Dok."

Jadi begini, sodara. Istilah resisten antibiotik itu ditujukan buat kuman yang masuk tubuh. Ingat, ya. Kumannya yang resisten. Bukan tubuh kita.

Jadi kalau tubuh pernah dihinggapi kuman yang resisten banyak antibiotik, bukan berarti seumur hidup lantas kita gak bisa pake antibiotik tsb. Kan kuman yang resisten itu juga gak seumur hidup bersama kita.

Pertinyiinnyi, mengapa kuman resisten itu bisa hidup di tubuh?

Satu.
Mungkin kuman resisten langsung masuk tubuh kita.

Ini memungkinkan pada pasien yang dirawat lama di rumah sakit. Kemasukan bakteri di rs yang ternyata resisten.

Atau petugas yang merawat orang sakit yang di tubuhnya ada bakteri resisten.

Dua.
Seseorang yang sering 'kontak' dengan antibiotik, baik sengaja atau tidak.

Misal makan produk peternakan atau sayur yang terkontaminasi antibiotik. (Zaman dahulu ayam pedaging disuntik antibiotik agar cepat gede. Sekarang dah dilarang. Limbah antibiotik dibuang sembarangan sehingga mencemari lingkungan)

Minum antibiotik tidak tuntas. Misal untuk kasus tbc,  harus minum antibiotik 6 bln. Eh, ini baru 3 bulan trus berhenti karena bosan.

Dikit-dikit minum antibiotik padahal nggak perlu. Demam sampai 40, minta antibiotik.
Hasil feses rutin ada bakteri, minta antibiotik.
Nyeri telan, minum antibiotik.
Batuk lama karena asap rokok, minta antibiotik.
(Kalau nggak dikasih trus pindah dokter)

Ingat ya, dalam kondisi sehat tubuh kita itu juga banyak bakteri loh. Di kulit, di saluran cerna, saluran kencing. Hanya, mereka tidak selalu bikin sakit. Mungkin jumlah sedikit, atau antibodi bagus.

Saat tubuh gak butuh antibiotik tapi trus dikasih, kenalan lah bakteri itu sama antibiotik. Karena kenal, trus jadi sayang. (Ciee ... cieeee).

Si antibiotik pun cerita ini itu ke bakteri. Si bakteri jadi tau deh kelemahan antibiotik.

Nah, pada kondisi tertentu bakteri ini berkembang biak, beranak pinak, ghibah dll ... bisa menjadikan tubuh sakit. Trus pas dikasih antibiotik,  gak mempan lagi karena kuman dah tau kelemahannya.

Begitulah kira-kira jalinan kisah bakteri dan antibiotik. Bakteri jadi resisten karena kesalahan manusia yang mengenalkan padahal bukan jodohnya.

Pada kasus pasien yang saya rawat, tidak saya beri antibiotik. Kasus diare pada anak, sebagian besar disebabkan virus jadi gak butuh antibiotik.

Alhamdulillah 2 hari membaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar